Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan – SP2DK

Dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dan memberikan kejelasan tentang pelaksanaan kewenangan Direktorat Jenderal Pajak dalam pengawasan Wajib Pajak serta meningkatkan transparansi proses pengawasan pemanfaatan data Wajib Pajak, perlu dibuat Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai pedoman dalam pelaksanaan permintaan penjelasan atas Data dan/atau Keterangan kepada Wajib Pajak, dan Kunjungan (Visit) kepada Wajib Pajak.

Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan, sering disingkat dengan SP2DK pada hakekatnya terdengar mulia, hal ini dapat kita fahami jika kita membaca dan menghayati dasar peraturannya dalam surat edaran direktur jenderal pajak Nomor SE-39/PJ/2015. Kenyataannya banyak wajib pajak mengalami kesulitan dalam menghadapi petugas pajak.

Permasalahan yang dihadapi wajib pajak Ketika memberikan penjelasan dan keterangan kepada petugas pajak bukan karena disebabkan pembukuan wajib pajak tidak rapih dan tertata, tetapi sering sekali karena petugas pajak terkesan memaksakan kehendak mereka diluar peraturan dan realita transaksi yang ada.

Idealnya, Ketika wajib pajak telah membalas surat SP2DK dengan baik, disertakan keterangan dan penjelasan yang lengkap juga mudah difahami, seharusnya petugas pajak dapat menerima dan menutup kasus yang sedang dipermasalahkan, tetapi kanyataannya antara wajib pajak dengan petugas pajak mempunyai kepentingan dan target yang berbeda. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat baik petugas pajak dan juga wajib pajak mempunyai landasan atau dasar hukum dan peraturan yang sama, yaitu undang-undang perpajakan dan turuan-turuannya.

Ketika petugas pajak diberikan target penerimaan negara, maka hal tersebut diduga dapat menyebabkan ketidak netralan petugas pajak.

Jika kita baca dengan cermat isi surat edaran direktur jenderal pajak Nomor SE-39/PJ/2015, maka kita dapat bahwa roh dari surat edaran tersebut adalah pembinaan dan memberikan kepastian perpajakan sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku, tetapi dilapangan alih-alih memberikan kepastian, maka menimbulkan ketidak pastian yang semakin tidak pasti, dan mengakibatkan bertambahnya wajib pajak yang merasa tidak nyaman untuk melakukan kegiatan usaha di Indonesia.

Penulis dalam melakukan pekerjaan sebagai pemberi jasa bantuan perpajakan dan jasa penyajian laporan keuangan mecoba bertanya kepada wajib pajak, apakah merasa nyaman melakukan kegiatan bisnis di Indonesia, penulis mendapatkan respon yang beragam dengan alasan yang beragam, tetapi secara keseluruhan merasa tidak nyaman, hal yang membuat para wajib pajak bertahan disebabkan oleh kebutuhan untuk tetap berusaha karena hidup tidak boleh berhenti.

Timbulnya rasa apatis dan skeptis oleh karena realitas yang ada juga menambah semakin suramnya keadaan perpajakan di Indonesia, wajib pajak merasa, apapun yang dilakukan, sepatuh apapun wajib pajak akan tetap tidak pernah benar dimata petugas pajak.

Kekacauan ini disempurnakan lagi dengan peraturan-peraturan yang selalu berubah dan bahkan tarif yang cenderung naik, contohnya dalam hal pemenuhan kewajiban pajak pertambahan nilai (PPN) yang terus naik dari 10% menjadi 11% dan mulai bulan Januari 2025 akan naik menjadi 12%.

Menjadi pertanyaan yang penting, “mungkinkah kepastian perpajakan di Indonesia akan dapat dirasakan oleh wajib pajak?” hanya waktu yang akan menjawab.

Untuk mengatasi semua keanehan dan ketidak pastian tersebut, maka wajib pajak perlu meminta batuan dari para praktisi yang sudah terbiasa menangani dan menyelesaikan kasus-kasus SP2DK, hal ini dapat dipahami, karena tentu para paraktisi pastilah lebih berpengalaman dan lebih memahamai Langkah-langkah dan tehknik untuk menjawab atau memberikan ketrangan kepada pihak pemerintah ang diwakili oleh Kantor Pelayanan Pajak.