Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan/ atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, pemeriksaan pajak biasanya dilakukan oleh petugas dirjen pajak dan juga tenaga ahli yang ditunjuk oleh dirjen pajak.
Pemeriksaan pajak dilaksanakan dengan dasar hukum yang diterbitkan Kementerian keuangan Nomor 625/KMK.04/1994.
Tujuan pemeriksaan dilakukan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sejak diterbitkan SE-07/PJ/2020, DJP mulai mendesain ulang metode pemeriksaan terhadap wajib pajak yakni dengan pemisahan segmentasi. Adapun segmentasi ini dibedakan menjadi 2 yaitu wajib pajak strategis dan wajib pajak lainnya. Pembagian segmentasi ini bertujuan supaya DJP dapat melaksanakan pemeriksaan dan penelitian dengan metode berbeda.
Pemeriksaan pajak terjadi tidak terlepas dari system pemungutan pajakan yang berlaku di Indonesia, yaitu yaitu self assessment system, official assessment system, dan withholding assessment system.
Pemerintah dalam hal ini diwakili oleh direktur jenderal pajak memberikan kepercayaan kepada wajib pajak duntuk menentukan besaran kewajiban pajak, menyetorkan sejumlah kewajiban pajak tersebut ke kas negara dan sekaligus melakukan pelaporan pajak ke kantor pelayanan pajak Dimana wajib pajak yang bersangkutan terdaftar.
Dalam melakukan pengendalian dan memberikan kepastian hukum dalam bidang perpajakan, maka negara melakukan pengawasan dengan berbagai cara, antara lainnya dengan menerbitkan surat permintaan penjelasan atas data dan atau keterangan yang sering kita kenal dengan surat SP2DK.
Pemeriksaan pajak dapat timbul oleh karena beberapa hal, paling sering oleh karena
-Adanya bukti permulaan (bukper) Dimana diduga wajib pajak melakukan penggelapan pajak
-Wajib pajak tidak memberikan Kerjasama yang baik dalam merespon petugas pajak Ketika melakukan pengawasan dan pengendalian.
-Pemeriksaan pajak juga timbul karena wajib pajak mengajukan restitusi pajak (tax refund)
Pemeriksaan pajak bukanlah sesuatu hal yang dapat dihindari, atau dengan kata lain, selagi masih berada di wilayah Indonesia (bahkan diseluruh lingkungan bumi ini) dan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan perpajakan, maka pastilah mendapat giliran untuk diperiksa, tinggal menunggu waktu saja.
Pemerintah telah memberikan keleluasaan serta kebebasan kepada wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan baik dan benar seusuai dengan peraturan serta perundang-undangan yang ada, oleh karena itu, seharusnya kita sebagai wajib pajak tidak perlu kwatir dalam menghadapi pemeriksaan pajak. Tim pemeriksa pajak dari dirjen pajak akan meminta penjelasan dengan kertas kerja yang telah dibuat oleh wajib pajak serta memberikan validasi bahwa wajib pajak telah melakukan dan melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar, setelah itu akan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) dan kemudian proses selesai.
Surat ketetapan pajak (SKP) dapat berupa surat ketetapan pajak kurang bayar (SKPKB) hal ini terjadi jika memang dalam pemeriksaan didapati bahwa wajib pajak kurang mengakui kewajiban pajak sehingga timbulnya utang pajak. Surat ketetapan pajak (SKP) dapat juga berupa surat ketetapan pajak nihil (SKPN) yaitu jika dalam proses pemeriksaan didapati bahwa wajib pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan secara benar. Surat ketetapan pajak (SKP) dapat juga berupa surat ketetapan pajak lebih bayar (SKPLB) yaitu jika dalam pemeriksaan wajib pajak didapati memang telah melakukan pembayaran melebihi dari yang seharusnya, dan dalam hal ini pemerintah akan mengembalikan sejumlah yang tertera dalam surat SKPLB.
Kunci menghadapi pemeriksaan pajak, bukanlah entertain dan pintar dalam berbicara bahkan mungkin jaga bernegosiasi, tetapi kunci utama adalah pembukuan dan pembuktian. Bukti (evidence) dan kerta kerja adalah kunci utama, dan kunci berikutnya adalah pemahaman peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Dalam kertas kerja pemeriksaan pajak biasanya dikenal dengan adanya 3 laporan, yaitu:
-Arus Barang, yaitu, adanya laporan yang menjelaskan kapan barang di order (PO) dan kapan barang diterima (DO). Laporan ini akan memberikan keterangan kepada pihak terkait perihal kapan seharusnya transaksi dicatat dan kapan terutang (dalam hal perpajakan)
-Arus Dokumen, yaitu, adanya bukti penagihan dari pihak lain (vendor/supplier/subkon) dan juga penagihan kepada pihak lain (pelanggan)
-Atus Uang, yaitu pembukitan bahwa transaksi yang dicatat dalam pembukuan memang benar-benar merupakan transaksi yang sebenarnya (bukan fiktif)
Tiga laporan kertas kerja diatas dapat memberikan penjelasan yang sederhana dan mudah dipahami untuk menentukan apakah transaksi tersebut menjadi objek pajak dan kapan terjadinya utang pajak atau jatuh tempo utang pajak (pelunasan/pembayaran pajak).
Pemeriksaan pajak dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan apa yang diharapkan wajib pajak jika memang semua data dan laporan transaksi bisnis diberikan dengan baik serta semua laporan yang diserahkan kepada petugas pajak saling mendukung satu dengan yang lain atas semua transaksi yang ada.
Pemeriksaan pajak bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sesuatu yang harus diwaspadai dan direncanakan sebelumnya.