Mengenal Keberatan Pajak dan Syarat Pengajuan

Salah satu hak wajib pajak adalah dapat mengajukan keberatan pajak kepada Ditjen Pajak atas hasil pemeriksaan pajak atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Keberatan pajak adalah cara yang dapat digunakan untuk menyelesaikan perselisihan terkait perpajakan antara wajib pajak dengan aparat pajak (fiskus) maupun pihak ketiga atas pemotongan atau pemungutan pajak dan menjadi hak wajib pajak untuk mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak.

Hal ini sebagaimana diatur dalam PMK No. 202/2015 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan, pada Pasal 2 ayat (1) bahwa wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak atas suatu:

  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)

  • Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)

  • Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)

  • Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)

  • Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

Merujuk Pasal 2 ayat (3) beleid ini, keberatan yang dapat diajukan tersebut hanya berupa materi atau isi dari Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang meliputi:

  • Jumlah rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang perpajakan.

  • Jumlah besarnya pajak.

  • Materi atau isi dari pemotongan atau pemungutan pajak.

Keberatan pajak tersebut dapat diajukan oleh WP yang bersangkutan atau kuasanya dengan menyerahkan Surat Keberatan.

Surat Keberatan adalah surat yang diajukan oleh wajib pajak kepada DJP mengenai keberatan terhadap suatu surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Dasar Hukum

Ketentuan yang mengatur tentang keberatan pajak diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan sebagai dasar hukumnya, di antaranya:

  • Undang-Undanag No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

  • Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

  • Peraturan Menteri Keuangan No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.

  • Peraturan Menteri Keuangan No. 202/PMK.03/2015 tentang Perubahan Atas PMK No. 9/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan.

  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-14/PJ/2020 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Keberatan secara Elektronik (E-Filing).

Hak dan Kewajiban dalam Pengajuan Keberatan

Wajib pajak memiliki hak dan kewajiban dalam perpajakan sesuai ketentuan dalam peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku.

Salah satu hak wajib pajak dalam perpajakan yakni dapat mengajukan keberatan pajak atas surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga.

Namun untuk dapat mengajukan keberatan pajak, WP juga harus memenuhi kewajiban dalam proses pengajuannya, seperti ketentuan yang dipersyaratkan hingga sesuai dengan tata cara yang ditetapkan.

Syarat Pengajuan Keberatan Pajak

 

Syarat pengajuan keberatan sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 ayat (3) PER-14/PJ/2020 sebagai berikut:

  • Diajukan tertulis dalam bahasa Indonesia.

  • Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi dasar penghitungan.

  • 1 keberatan diajukan hanya 1 surat ketetapan pajak, untuk 1 pemotongan pajak, atau untuk 1 pemungutan pajak.

  • Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui WP dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan sebelum surat keberatan disampaikan.

  • Diajukan dalam waktu jangka waktu 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak dikirim, atau pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga, kecuali WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kuasa WP.

  • Surat keberatan ditandatangani oleh WP, dan dalam hal surat keberatan ditandatangani oleh bukan WP, maka harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

  • WP tidak mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 UU KUP.

Ketentuan dalam Pasal 36 UU KUP sebagaimana dimaksud huruf (f) pada persyaratan pengajuan keberatan tersebut adalah:

-Permohonan hanya dapat dilakukan maksimal 2 kali

Pengurangan/penghapusan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang, dalam hal sanksi dikenakan karena kekhilafan WP atau bukan karena kesalahan Ditjen Pajak.

Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar.

Pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar.

-Permohonan hanya boleh dilakukan maksimal 1 kali

Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan WP.